Biru
langit menjadi lebih pekat. Cahaya yang menyorot-nya memilih menghindar perlahan. Saat biru langit sudah tak ada
lagi, warna antagonis-nya berpindah
peran. Menghitam, gelap, kosong tanpa batas.
Kemudian bintik-bintik kecil mulai
muncul pada-nya. Dengan ribuan kedipan cahaya tersebar
merata di seluruh bagian-nya. Bintik-bintik
kecil seakan ingin membantu langit mengembalikan warna biru-nya.
Mereka
adalah para bintang. Tak puas dengan bintik-bintik cahaya bintang, langit
meminta bantuan pada pembawa cahaya yang lebih terang. Cahaya bulat tanpa cela.
Bulan. Cahaya bulan menyinari langit lebih baik dari kedipan para bintang.
Tapi, kehadiran mereka masih saja tak mampu membawa kembali biru langit.
Keramaian
manusia yang terus berdengung dibawah biru langit pada akhirnya menghilang. Ini
artinya, batas kesabaran waktu tunggu manusia mencapai klimaks. Manusia lelah
menunggu kembalinya biru langit memilih masuk ke rumah-rumah mereka. Bersembunyi
di dalamnya. Meringkuk diatas dipan kayu, dibawah selimut kapas. Hewan yang
juga berharap pada biru langit berganti tugas dengan rekan mereka, para
nokturnal.
Langit
yang ditinggal sendiri samar-samar dilanda kesepian. Semangat untuk mencari
cahaya yang lebih besar pelan-pelan memudar. Langit berputus asa mencari warna
biru-nya. Memutuskan hanya ingin menunggu
saja.
Tak
tahu telah berapa lama langit terjaga sendiri, bertahan menunggu biru langit
milik-nya kembali, dari ujung
jangkauan langit muncul semburat kuning.
terus merayap, mendekat, melebarkan kekuasaannya. Cahaya itu membawa biru
langit di belakang pijakannya. Tak lupa langit bertanya pada cahaya yang sangat
besar itu, agar kelak langit tak perlu menunggunya lagi. “Perkenalkan, cahaya
matahari” katanya. Langit sangat bahagia waktu itu. dia telah pantas disebut biru langit.
Namun,
Kebahagiaan biru langit nyatanya hanya semu. Cahaya matahari berlalu. Langit
tak mampu menahan kehadirannya untuk tetap disitu, didekat-nya, menjadi cahaya-nya.
Kegelapan kembali lagi. Kini hanya hamparan langit hitam yang mampu tersaji
untuk penghuni bumi. Para bintang bersembunyi sebab malu karena tak mampu
membantu. Begitu juga bulan.
Ternyata
hitam dan biru langit selalu datang dan pergi. Saling bertukar posisi bilamana
datang giliran masing-masing. Saling terkait, menjadi sebuah siklus. Tak
menghiraukan langit yang masih saja menolak menerima hukum alam. Siklus gelap
dan terang terus berlanjut. Manusia memberinya nama pagi dan petang, Siang dan
malam. Langit malam. Itu nama barunya. Langit mematri nama itu dimemorinya.
langit belajar untuk mulai menyukainya.
Ada
masa Langit masih saja menderita kesepian dalam gelap. Langit masih merindukan
warna biru.
***
Andaikan
aku mampu memberitahu langit jika aku menyukai gelapnya. Menyukai malamnya.
Menyukai sunyi yang dibawanya. Mengatakan pada langit malam bahwa aku
memilihnya. Mengatakan bahwa ada yang menemaninya dalam gelap. Mungkin langit
akan menyukai malam seperti dia menyukai biru langit. tak perlu menghawatirkan
kesendirian.
Berbeda
dengan biru langit. aku menyukai malam. Malam memberiku kesempatan untuk
megenal diriku lebih dalam. Malam menyelamatkanku dari kebisingan dunia yang
terlalu nyata. Malam memelukku agar aku
lebih tenang menghadapi arus pasang surut menjadi manusia. Malam membuatku
menikmati diriku sendiri, memberi ruang kebebasan untukku sendiri. Malam
mengijinkanku untuk bermimpi. Malam menghapus ketakutanku untuk hidup.
Langit,
aku harap kau memberi ku kegelapan yang lebih panjang untuk malam ini.