Kamis, 06 Juni 2019

[FOLKTALE] kisah Langit



Biru langit menjadi lebih pekat. Cahaya yang menyorot-nya memilih menghindar perlahan. Saat biru langit sudah tak ada lagi, warna antagonis-nya berpindah peran. Menghitam, gelap, kosong tanpa batas.
Kemudian bintik-bintik kecil mulai muncul pada-nya. Dengan ribuan kedipan cahaya tersebar merata di seluruh bagian-nya. Bintik-bintik kecil seakan ingin membantu langit mengembalikan warna biru-nya.
Mereka adalah para bintang. Tak puas dengan bintik-bintik cahaya bintang, langit meminta bantuan pada pembawa cahaya yang lebih terang. Cahaya bulat tanpa cela. Bulan. Cahaya bulan menyinari langit lebih baik dari kedipan para bintang. Tapi, kehadiran mereka masih saja tak mampu membawa kembali biru langit.
Keramaian manusia yang terus berdengung dibawah biru langit pada akhirnya menghilang. Ini artinya, batas kesabaran waktu tunggu manusia mencapai klimaks. Manusia lelah menunggu kembalinya biru langit memilih masuk ke rumah-rumah mereka. Bersembunyi di dalamnya. Meringkuk diatas dipan kayu, dibawah selimut kapas. Hewan yang juga berharap pada biru langit berganti tugas dengan rekan mereka, para nokturnal.
Langit yang ditinggal sendiri samar-samar dilanda kesepian. Semangat untuk mencari cahaya yang lebih besar pelan-pelan memudar. Langit berputus asa mencari warna biru-nya. Memutuskan hanya ingin menunggu saja.
Tak tahu telah berapa lama langit terjaga sendiri, bertahan menunggu biru langit milik-nya kembali, dari ujung jangkauan langit muncul semburat kuning. terus merayap, mendekat, melebarkan kekuasaannya. Cahaya itu membawa biru langit di belakang pijakannya. Tak lupa langit bertanya pada cahaya yang sangat besar itu, agar kelak langit tak perlu menunggunya lagi. “Perkenalkan, cahaya matahari” katanya. Langit sangat bahagia waktu itu. dia telah pantas disebut biru langit.
Namun, Kebahagiaan biru langit nyatanya hanya semu. Cahaya matahari berlalu. Langit tak mampu menahan kehadirannya untuk tetap disitu, didekat-nya, menjadi cahaya-nya. Kegelapan kembali lagi. Kini hanya hamparan langit hitam yang mampu tersaji untuk penghuni bumi. Para bintang bersembunyi sebab malu karena tak mampu membantu. Begitu juga bulan.
Ternyata hitam dan biru langit selalu datang dan pergi. Saling bertukar posisi bilamana datang giliran masing-masing. Saling terkait, menjadi sebuah siklus. Tak menghiraukan langit yang masih saja menolak menerima hukum alam. Siklus gelap dan terang terus berlanjut. Manusia memberinya nama pagi dan petang, Siang dan malam. Langit malam. Itu nama barunya. Langit mematri nama itu dimemorinya. langit belajar untuk mulai menyukainya.
Ada masa Langit masih saja menderita kesepian dalam gelap. Langit masih merindukan warna biru.
***
Andaikan aku mampu memberitahu langit jika aku menyukai gelapnya. Menyukai malamnya. Menyukai sunyi yang dibawanya. Mengatakan pada langit malam bahwa aku memilihnya. Mengatakan bahwa ada yang menemaninya dalam gelap. Mungkin langit akan menyukai malam seperti dia menyukai biru langit. tak perlu menghawatirkan kesendirian.
Berbeda dengan biru langit. aku menyukai malam. Malam memberiku kesempatan untuk megenal diriku lebih dalam. Malam menyelamatkanku dari kebisingan dunia yang terlalu nyata.  Malam memelukku agar aku lebih tenang menghadapi arus pasang surut menjadi manusia. Malam membuatku menikmati diriku sendiri, memberi ruang kebebasan untukku sendiri. Malam mengijinkanku untuk bermimpi. Malam menghapus ketakutanku untuk hidup.
Langit, aku harap kau memberi ku kegelapan yang lebih panjang untuk malam ini.